Pagi Ulang Tahun Mentan Amran: Usia 57 yang Penuh Keajaiban
JAKARTA, ANALISASIBER. COM —“Usia 55 dan 57 bukan kebetulan, bukan pula cocokologi. Ini adalah rancangan Allah, sebagaimana tercantum jelas dalam Surah Yusuf ayat 55 dan 57, bagi kita yang mau merenung.” Begitu kata Ustadz Adi Hidayat dalam kajian yang berlangsung di kediaman Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman.
Pagi itu, 27 April 2025, kediaman megah Amran di Jakarta bersinar bak permata. Sinar matahari pagi memantul di dinding-dinding elegan, ornamen mewah menghiasi setiap sudut, dan halaman luas dipenuhi tamu-tamu istimewa. Pejabat-pejabat berbaju rapi, kolega dengan senyum penuh hormat, serta sahabat-sahabat dekat yang membawa tawa akrab—semuanya hadir untuk merayakan ulang tahun Amran yang ke-57.
Di tengah suasana yang hangat dan penuh kebahagiaan, sebuah mimbar sederhana berdiri gagah di ballroom megah. Tulisan emas “Allah” terpampang di sana, mengundang setiap mata untuk merenung dan menyelami makna yang lebih dalam.
Ustadz Adi Hidayat melangkah ke mimbar, dengan peci putih di kepalanya yang kinclong di bawah cahaya ballroom. Beliau membawa cerita dari dua tahun pengamatan yang dilakukan bersama 20.000 hingga 30.000 ulama dan murid, tentang perjalanan hidup Amran yang luar biasa.
Bagi mereka yang hanya melihat Amran sebagai Menteri Pertanian, ulang tahun ini mungkin hanya sekadar momen biasa. Namun bagi Ustadz Adi, yang telah menyaksikan langsung pencapaian luar biasa Amran, ini lebih dari sekadar sebuah ucapan selamat ulang tahun. Ini adalah sebuah kisah yang mengingatkan kita akan kebesaran Allah, sebagaimana tercermin dalam Surah Yusuf ayat 55, yang menceritakan tentang Nabi Yusuf yang berdoa untuk menjadi pengelola harta negeri.
“Jadikan aku pengelola harta negeri, aku bisa jaga dan punya ilmu,” doa Yusuf yang kemudian menjadi kenyataan. Begitu pula dengan Amran, yang besar di tanah kelahirannya, Bone, Sulawesi Selatan, dan berasal dari keluarga yang sederhana. Di usia 55, tepatnya pada 25 Oktober 2023, Amran dilantik kembali sebagai Menteri Pertanian.
Bagi sebagian orang, pelantikan ini mungkin hanya soal politik. Tapi Ustadz Adi melihatnya sebagai sebuah pertanda besar, layaknya kisah Nabi Yusuf. Amran, yang tumbuh dari kehidupan yang penuh perjuangan, kini diberi amanah untuk mengelola pertanian Indonesia, yang mencakup lebih dari 270 juta rakyatnya. Seperti Yusuf yang diberi ilmu dan kebijaksanaan oleh Allah, Amran seolah dipilih untuk membawa perubahan besar bagi dunia pertanian.
Begitu dilantik, Amran langsung tancap gas. Dengan keteguhan hati, dia menghapus 145 aturan yang membebani petani, mengalihkan Rp1,7 triliun dari anggaran perjalanan dinas untuk pembangunan pompa air massal, serta memastikan distribusi pupuk yang mudah dijangkau hanya dengan menggunakan KTP. Ini bukan sekadar kebijakan; ini adalah manifestasi dari hatinya yang memahami jeritan para petani.
Di tengah krisis pangan global yang mengancam, Amran membawa harapan. Dengan kebijakan-kebijakan brilian, sawah-sawah Indonesia tetap subur, dan petani tidak hanya bermimpi panen, tapi benar-benar merasakan hasilnya. Dalam waktu singkat, fondasi yang dibangun oleh Amran mulai membuahkan hasil yang nyata.
Pada pagi ulang tahun yang ke-57, di barisan depan kediaman megahnya, Amran duduk dengan kemeja putih, wajahnya tenang namun penuh rasa syukur. Pejabat-pejabat, kolega, dan sahabat dekat yang hadir bisa merasakan betapa besar arti dari perjalanan Amran. Di usia 55, pelantikannya adalah titik awal kebangkitan pertanian Indonesia. Namun, di usia 57, pencapaiannya sudah luar biasa. Indonesia hampir mencapai swasembada pangan! Beras berlimpah, petani bisa panen hingga tiga kali setahun, dan yang paling menggembirakan—impor beras yang sering menjadi momok, hampir tidak ada lagi.
Pencapaian ini bukan hanya sekadar angka—pada 2025, produksi padi mencapai 24,22 juta ton gabah kering giling (GKG), setara dengan 13,95 juta ton beras, angka tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Pada bulan April 2025, potensi panen nasional mencapai 1,6 juta hektare, menghasilkan 8,63 juta ton GKG. Daerah seperti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah menjadi penyumbang utama, bersama Sulawesi Selatan, Lampung, dan NTB yang juga turut berkontribusi.
Tidak hanya produksi yang mencetak rekor, stok beras di gudang Bulog juga mencapai 3,2 juta ton pada akhir April 2025—level tertinggi dalam 23 tahun terakhir. Bahkan, untuk menampung semua stok ini, Bulog harus menyewa kapasitas tambahan sebesar 800 ribu ton. Semua ini bukan sekadar angka, tetapi sebuah jaminan bahwa kebutuhan beras untuk rakyat Indonesia tetap terjaga, bahkan di tengah krisis pangan global.
Pencapaian luar biasa ini juga mengubah kehidupan petani Indonesia. Mereka yang dulu hanya bisa mengeluh kini bisa tersenyum lebar, menikmati hasil panen yang jauh lebih baik. Di pagi ulang tahun yang ke-57 itu, tamu-tamu pejabat dan sahabat dekat bisa merasakan getaran kebahagiaan yang begitu dalam—ini bukan hanya soal angka, tapi soal harapan yang nyata bagi jutaan petani di Indonesia.
Amran, yang kini memimpin 91 juta petani dan menjadi tokoh penting di Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin, bukanlah seorang menteri biasa. Di usia 55, dia membangun fondasi yang kuat—menderegulasi kebijakan, mempermudah distribusi pupuk, dan memastikan irigasi yang menyuburkan sawah. Pada usia 57, fondasi itu berbuah manis: swasembada pangan yang mengalahkan krisis global dan memberikan kebahagiaan bagi petani. Semua pencapaian ini adalah hasil dari kerja keras, kebijaksanaan, dan keikhlasan Amran.
Seperti Yusuf yang mengelola Mesir dengan bijaksana di tengah krisis, Amran mengelola Indonesia dengan penuh dedikasi, memastikan petani tidak hanya menjadi bagian dari cerita, tetapi juga pemeran utama yang merasakan manfaat langsung dari kebijakan-kebijakan yang dia buat.
Di penghujung kajian, Ustadz Adi memimpin doa, memanjatkan doa Nabi Yusuf: “Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.” Amin terdengar khusyuk dari semua tamu, termasuk Amran yang menundukkan kepala, penuh rasa syukur.
Pagi itu, kediaman Amran bukan hanya tempat untuk merayakan ulang tahun. Itu adalah saksi bisu dari perjalanan panjang yang dipenuhi dengan harapan—harapan bagi Indonesia, bagi para petani, dan bagi masa depan pertanian yang lebih baik.
Ustadz Adi menegaskan bahwa ini bukan kebetulan, dan saya sepenuhnya sepakat. Ini adalah kisah seorang anak Bone yang membawa doa petani ke langit, dari pelantikan di usia 55 hingga mencapai swasembada pangan di usia 57. Seperti Yusuf yang menjadi pengelola harta negeri, Amran mengelola Indonesia dengan hati, menjadikan setiap keputusan sebagai doa untuk kesejahteraan petani dan kemajuan bangsa.
Ketika tamu-tamu mulai pamit dan sinar pagi masih menerangi kediaman megahnya, saya hanya bisa berpikir: jika Amran bisa membuat sawah tetap hijau dan petani tersenyum, itu adalah bukti bahwa amanah yang dijaga dengan hati bisa mengubah sebuah bangsa.
Muh. Ilham Nur
Komentar