oleh

Lurah Pinasungkulan Diduga Ubah Data Register Tanah Secara Sepihak dan Gunakan Kop Pemerintah Tanpa Prosedur: Kuasa Hukum Sebut Ada Indikasi Mafia Tanah

-Daerah-45 Dilihat
banner 468x60

BITUNGANALISASIBER.COM – Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat di Kota Bitung. Kali ini, sorotan tajam mengarah pada Lurah Pinasungkulan, Kecamatan Ranowulu, yang diduga melakukan perubahan data register tanah secara sepihak serta menerbitkan surat keterangan menggunakan kop resmi Pemerintah Kota Bitung tanpa prosedur hukum yang sah.

Advokat Timothy M. C.H. Haniko, S.H., selaku kuasa hukum pemilik tanah, menegaskan bahwa tindakan lurah tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum administrasi, penyalahgunaan wewenang, serta mengindikasikan keberpihakan terhadap pihak tergugat dalam perkara yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Bitung. Padahal, dalam perkara ini, Kelurahan Pinasungkulan tercatat sebagai pihak turut tergugat.

banner 336x280

“Perubahan penulisan luas tanah di register dari 8.000-an meter persegi menjadi 4.000-an tanpa memenuhi prosedur yang sah terhadap perubahan data, tanpa berita acara perubahan, berita acara penarikan surat-surat yang menjadi dasar kepemilikan tanah klien saya yang sudah diterbitkan oleh kelurahan sebelumnya, pemberitahuan/konfirmasi ke pemilik, hadirkan saksi-saksi yang berbatasan untuk pengukuran ulang (jikalaupun memang terdapat perbedaan antara fisik bidang tanah dan administrasi setelah surat-surat sudah diterbitkan) itupun harusnya dilakukan segera pada tahun diterbitkan surat-surat kepemilikan atas nama pemilik demi menjamin kepastian hukum. Bukan setelah berjalannya proses sengketa perkara di Pegadilan.

tapi yang terjadi  adalah luas tanah awal yang tercantum didalam register di-coret dan diganti secara sepihak dengan 4.000-an M2, kemudian dibagian keterangan dalam buku register ditulis seenaknya dengan frasa ‘terjadi kesalahan penulisan luas tanah’, tidak ada tanggal perubahan dan paraf mengetahui pemilik tanah, karena tadi yang saya sebutkan tidak sesuai prosedur. Ini bukan lagi kesalahan administratif biasa. Ini intervensi brutal terhadap hak atas tanah,” ujar Timothy geram.

Lebih mengejutkan lagi, pada 16 April 2025, lurah menerbitkan surat keterangan menggunakan kop resmi pemerintah yang menyatakan bahwa terjadi kesalahan penulisan luas tanah dalam register. Surat ini, menurut Timothy, tidak pernah disampaikan kepada kliennya, selaku pemilik sah tanah sekaligus penggugat dalam perkara perdata, melainkan diberikan secara diam-diam kepada pihak tergugat dan digunakan sebagai bukti tambahan dalam sidang pada 30 April 2025.

“Logikanya, lurah adalah turut tergugat. Bagaimana bisa dia menerbitkan surat yang mendukung pihak tergugat tanpa sepengetahuan kami? Ini bukan sekadar kelalaian, ini keberpihakan sistematis. Saya menduga ada indikasi kuat praktik mafia tanah. Kalau bukan mafia, lalu apa?” tegas Timothy.

Ia juga menyoroti bahwa seluruh dokumen resmimulai dari surat ukur, denah, surat kepemilikan, hingga pengumuman resmi kelurahan semuanya menyebut luas tanah lebih dari 8.000 meter persegi. Tidak ada satu pun yang menyatakan 4.000 meter persegi. Narasi kesalahan penulisan dinilainya sebagai alasan yang tidak berdasar dan dibuat-buat.

Timothy menambahkan bahwa pada 2 Mei 2025, ia bersama ahli waris pemilik tanah mendatangi kantor kelurahan untuk menyampaikan keberatan. Dalam pertemuan tersebut, sempat terjadi adu argumen dengan lurah. Video perdebatan itu juga telah diserahkan sebagai bagian dari dokumentasi.

“Awalnya lurah mengatakan bahwa surat itu dibuat atas permintaan majelis hakim. Tapi setelah saya tanyakan dasar hukumnya, dia mengaku menerbitkannya atas permintaan tergugat. Ini cacat prosedur dan sangat tidak etis, terlebih karena perkara ini masih berjalan di pengadilan,” ujarnya.

Timothy juga mengutip sejumlah regulasi yang dianggap telah dilanggar, di antaranya:

UU No. 5 Tahun 1960 dan PP No. 24 Tahun 1997, yang mengatur pendaftaran tanah demi kepastian hukum;

UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terutama pasal 17, 18, dan 20, yang menyatakan tindakan tanpa dasar hukum dan cacat prosedur batal demi hukum;

PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, pasal 3 dan 8 ayat 4, tentang larangan penyalahgunaan wewenang;

Pasal 421 KUHP, tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik dengan ancaman pidana hingga 2 tahun 8 bulan.

“Jika terbukti ada niat buruk dan kerugian yang timbul akibat perubahan data tersebut, maka unsur pidana bisa terpenuhi,” tandasnya.

Timothy memastikan pihaknya akan menempuh seluruh jalur hukum yang tersedia. Ia menyatakan telah menyiapkan surat keberatan resmi kepada Lurah Pinasungkulan, pemberitahuan kepada Camat Ranowulu dan Wali Kota Bitung, serta laporan ke Ombudsman RI, Inspektorat Daerah, BKD/BKN, dan kepolisian.

“Jangan sampai rakyat kecil menjadi korban oknum pejabat yang menyalahgunakan jabatan. Kami akan kawal terus kasus ini hingga tuntas,” ujarnya.

Sebagai penutup, Timothy berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Bitung dapat melihat substansi perkara secara jernih dan objektif.

“Saya tidak bicara soal siapa menang atau kalah, itu kewenangan majelis hakim. Tapi kami sangat menyayangkan tindakan sepihak lurah yang jelas-jelas menodai proses hukum. Keadilan tidak lahir dari surat cacat prosedur. Hukum tidak boleh tunduk pada kekuasaan, tapi pada keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” tutupnya dengan suara bergetar. (POLAPA)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *