Labuhanbatu Utara Sumut: analisasiber.com, – Ketua Perkumpulan Pers Seluruh Daerah Indonesia (PPDI) Kabupaten Labuhanbatu Utara, Muhammad Hendri, mengeluarkan pernyataan resmi terkait larangan nasional mengenai pengangkatan tenaga honorer baru yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini dinilai akan berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama bagi tenaga honorer yang selama ini mengabdikan diri di berbagai sektor publik. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut Muhammad Hendri, penghentian pengangkatan tenaga honorer baru dapat memperburuk kondisi ekonomi masyarakat, terutama di daerah-daerah yang masih bergantung pada sektor publik untuk menyerap tenaga kerja. “Kita harus mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini, sehingga kesejahteraan masyarakat tetap terjaga,” ujarnya.
PPDI Kabupaten Labuhanbatu Utara berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga honorer dan masyarakat pada umumnya.
Regulasi Nasional: Tidak Ada Rekrutmen Honorer Baru Mulai 2025
Hendri menegaskan bahwa larangan tersebut bukan opini, melainkan amanat undang-undang. “Sejak 1 Januari 2025, pemerintah daerah tidak lagi diperbolehkan mengangkat tenaga honorer baru. Ini amanat undang-undang, bukan opini,” tegas Hendri.
Bahwa apabila masih ada instansi yang tetap merekrut tenaga honorer baru pada tahun 2025, tindakan itu berpotensi masuk ke ranah pelanggaran hukum. Beberapa peraturan yang dapat diterapkan antara lain UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, Pasal 421 KUHP, dan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
Dampak kebijakan ini juga akan dirasakan pada efisiensi APBD mulai tahun 2026, di mana pemerintah daerah diminta menyesuaikan struktur APBD, termasuk pembiayaan sektor pegawai. Jika pemerintah daerah tetap mengangkat honorer tanpa dasar hukum, hal ini dapat menyebabkan pembengkakan belanja pegawai, ketidakseimbangan APBD, dan potensi temuan kerugian negara.
PPDI berkomitmen untuk memastikan informasi publik tersedia secara transparan dan tidak menyesatkan masyarakat. Hendri mendorong seluruh pemerintah kabupaten/kota di Indonesia untuk mematuhi aturan nasional tentang larangan pengangkatan honorer, memberikan informasi yang jujur dan terbuka kepada publik, serta menghindari kebijakan yang berpotensi menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
Hendri menegaskan bahwa larangan tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Undang-undang ini secara tegas:
Melarang instansi pemerintah pusat maupun daerah mengangkat tenaga non-ASN baru dalam bentuk apa pun, termasuk tenaga honorer.
Mulai 2025, rekrutmen pegawai hanya boleh dilakukan melalui mekanisme seleksi ASN nasional (PNS atau PPPK).
Peringatan Potensi Pelanggaran Hukum
Hendri menyebutkan bahwa apabila masih ada instansi yang tetap merekrut tenaga honorer baru pada tahun 2025, tindakan itu berpotensi masuk ke ranah pelanggaran hukum, di antaranya:
1. UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN
Melarang pengangkatan honorer baru setelah 1 Januari 2025.
Mengatur sanksi administratif bagi pejabat yang melanggar (Pasal 66–67).
2. Pasal 421 KUHP
Mengatur penyalahgunaan wewenang jabatan oleh pejabat publik.
3. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor
Dapat diterapkan jika perekrutan fiktif, terjadi penyalahgunaan jabatan, atau menimbulkan kerugian negara.
“Jangan ada lagi instansi yang melanggar. Jika masih dilakukan, maka proses hukumnya jelas dan tegas,” ujar Hendri.
Dampak Nasional: Efisiensi APBD Mulai 2026
Pemerintah pusat juga akan menerapkan kebijakan efisiensi anggaran nasional mulai tahun 2026. Setiap daerah akan diminta menyesuaikan struktur APBD, termasuk pembiayaan sektor pegawai.
Jika pemerintah daerah tetap mengangkat honorer tanpa dasar hukum, hal ini dapat menyebabkan:
1.Pembengkakan belanja pegawai,
2.Ketidakseimbangan APBD,
3.Potensi temuan kerugian negara.
4.Komitmen Transparansi Publik
Dalam pernyataannya, Hendri menegaskan bahwa imbauan ini bukan untuk menyudutkan pemerintah daerah mana pun, melainkan bentuk kontrol sosial yang dijamin dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
PPDI, kata Hendri, memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan informasi publik tersedia secara transparan dan tidak menyesatkan masyarakat, terutama calon tenaga kerja.
“Masyarakat berhak mengetahui fakta sebenarnya. PPDI berkewajiban mengingatkan agar tidak ada lagi perekrutan honorer baru yang berpotensi melanggar regulasi nasional,” tuturnya.
Ajak Pemerintah Daerah Patuhi Regulasi
Ia berharap pernyataan PPDI Labura dapat menjadi pengingat nasional agar tata kelola pemerintahan berjalan sesuai hukum, akuntabel, dan tidak merugikan masyarakat. (Darpan Hombing)














Komentar