MAKASSAR, ANALISASIBER.COM – Perseteruan hukum antara CV. Solusi Klik melawan Universitas Hasanuddin (Unhas) kian memanas menjelang sidang mediasi kedua pada 15 Oktober 2025 di Pengadilan Negeri Makassar.
Kasus ini bermula dari proyek Revitalisasi Jaringan Komputer Lokal Kampus Tamalanrea Universitas Hasanuddin, yang menurut penggugat telah diwarnai dengan pelanggaran prinsip pengadaan dan dugaan penyimpangan dalam proses mini kompetisi e-purchasing di sistem LKPP INAPROC (Portal Katalog Elektronik Pemerintah)
Melalui kuasa hukumnya, Kantor Hukum Citra Celebes Law pihak penggugat menegaskan bahwa apabila mediasi kedua kembali gagal, maka perkara akan kami lanjutkan ke pokok perkara dengan dasar gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Kuasa Hukum Tegaskan Ada Unsur Tipikor, Menurut Resnadhy, SH. selaku kuasa hukum dari Citra Celebes Law yang juga sebagai Direktur Al Fatih Justitia, keputusan panitia pengadaan Unhas yang memenangkan penawar dengan harga tertinggi pada paket tersebut justru bertentangan dengan semangat efisiensi dan transparansi dalam Perpres 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Kami sudah menyampaikan bahwa tujuan mini kompetisi adalah mencari harga penawaran terendah dengan kualitas yang sesuai. Tapi dalam kasus ini, justru pemenang adalah penawar dengan harga tertinggi. Ini menimbulkan dugaan serius adanya penyalahgunaan wewenang yang berpotensi Tipikor,” ujar Adhy dengan nada tegas.
Pemenang Juga Tidak Cantumkan Merek, Menurut Resnadhy, S.H. bahwa dalih PPK Unhas yang menggugurkan CV. Solusi Klik karena tidak mencantumkan merek tidak berdasar hukum.
Faktanya, setelah dilakukan penelusuran, pemenang proyek juga tidak mencantumkan merek pada dokumen penawaran.
Ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dan pelanggaran asas kesetaraan antar peserta pengadaan. Kalau alasan penolakan klien kami adalah masalah merek, maka seharusnya pemenang juga gugur. Fakta ini akan kami ungkapkan secara terbuka jika mediasi kembali gagal,” tegas Resnadhy.
Peringatan Soal Eksekusi Proyek, Selain menyoroti aspek hukum, tim kuasa hukum juga memperingatkan bahwa proyek tersebut diduga akan segera dilaksanakan meskipun gugatan masih berjalan di pengadilan.
Tindakan tersebut, menurut tim hukum, berpotensi memperparah kerugian negara jika kemudian terbukti ada pelanggaran dalam proses pemilihan penyedia.
Jika pengerjaan dipaksakan sebelum proses hukum selesai, maka pihak-pihak yang bertanggung jawab bisa dijerat tidak hanya secara perdata, tetapi juga secara pidana,” tambah Arwin.
Meski bersikap tegas, pihak penggugat menyatakan masih membuka ruang komunikasi yang sehat dan terbuka selama proses mediasi kedua berlangsung.
Namun, jika kembali gagal, maka mereka siap melanjutkan perkara ke tahap pembuktian penuh di sidang pokok perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
“Kami datang ke meja mediasi bukan untuk basa-basi, tapi untuk mencari keadilan dan menegakkan hukum. Jika jalur damai tak menemukan titik temu, kami siap membawa fakta ini ke persidangan terbuka,” tutup Arwin HR., S.H.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan lembaga pendidikan tinggi negeri berstatus PTN-BH, yang menggunakan dana non-APBN/APBD namun tetap tunduk pada regulasi pengadaan pemerintah.
Publik menilai, kasus ini bisa menjadi preseden penting bagi transparansi proyek pengadaan di lingkungan kampus negera
Perkara saat ini terdaftar di Pengadilan Negeri Makassar dan sedang dalam tahap mediasi kedua pada 15 Oktober 2025. Jika mediasi gagal, kuasa hukum akan mengajukan revisi gugatan untuk fokus pada PMH dan indikasi Tipikor.















Komentar