Angkola Timur, Tapsel: analisasiber.com, – Bantuan Ketapang di sejumlah Desa Sangga Pati yang dibagikan kepada warganya, berupa hewani yakni ayam petelur dugaan di mark-up.
Pasalnya, program ketahanan pangan hewani berupa ayam yang dibelanjakan pihak Desa ,terkesan sangat jauh dari besaran anggaran yang disusun didalam rencana anggaran belanja (RAB) sebesar Rp 80.000/ekor ayam, bukan mengembalikan justru membaginya kepada masyarakat.
Selain markup, penyediaan penyelenggaraan bantuan Ketapang juga diduga monopoli.
Namun, saat dihubungi nomor kontak kades Sangga Pati Sulaiman Sinaga kembali terkesan tidak bersedia menjawab meski kondisi aktif.
Sebelumnya diberitakan, pengakuan masyarakat pihaknya menerima rata 2 ekor ayam beratnya berpariasi 1,2kg,8ons bahkan ada 6ons/ekornya.
Tak hanya pengakuan masyarakat, pantauan analisasiber.com di Desa lain, 28/8/25, ayam yang dibagikan bobotnya berpariasi yakni 1,2ons,8ons hingga 6ons/ekornya.
Padahal,sesuai harga ayam kampung dipasaran 45 ribu/kg, seharusnya masyarakat dapat menerima 1,5kg lebih/ekor ayam.
“Pihak desa bilang ayam yang diberikan kepada warganya timbangannya ada mencapai 1,2kg per ekornya. Namun lebih banyak ayam yang diterima warga dibawah satu kilo hingga enam ons beratnya,” ujar sumber.
Sementara warga lainnya menuturkan bantuan ayam juga bebek tersebut terkesan lebih banyak anak ayam yang masih kecil-kecil sehingga setelah diterima warga harus pelihara lagi.
“Menanggapi hal itu, salah satu Kades menyampaikan bobot ayam kampung yang kita bagikan kepada warga memang tidak merata secara keseluruhan. Ada diatas 1 kg, satu kilo dua ons paling tinggi.8ons 7 ons, hingga 6 ons . Namanya juga ayam banyak satu kandang,timbangannya gak bisa sama semua,” jelasnya (29/8/2025).
Pada kesempatan itu, Kades tersebut terkesan merahasiakan dari mana pihaknya belanja Ketapang.Sama halnya dengan Desa lain.
Sejumlah Kades memberikan pengakuan sama saat dikonfirmasi dengan keadaan terpisah, bahwa pihaknya belanja ayam dengan harga perekor bukan perkg.
“Kami beli, belinya itu perekor bukan perkg,” sebutnya.
Ironisnya, meskipun pihak Desa mengetahui membelanjakan ayam tidak sesuai dengan RAB sebesar Rp 80.000/ekor ayam,bukan mengembalikan tapi justru menerimanya.Ada apa?
Sehingga warga menuding pihak desa dengan pemasok ayam terkesan bersekongkol. “Ayam yang masih kecil-kecil gak mungkin pembeliannya mencapai 100%. Palingan hanya berkisar 50% saja ,dari keseluruhan harga atau kuota ayam petelur (Bebek) pada setiap desa,” cetusnya. (Hendri)
Komentar