Padangsidimpuan
analisasiber.com, – Persidangan kasus penganiayaan Pengeroyokan yang menyebabkan luka ringan, luka berat terhadap warga Desa Sipenggeng Hennita Wati Lubis, yang di jadwalkan digelar di ruang sidang cakra pengadilan negeri padangsidimpuan pada senin siang 23 Juni 2025 sekitar pukul 14.33 Wib berakhir ditunda dengan keterangan salah satu Hakim Anggota cuti.
Persidangan Kasus Pengeroyokan ini menjadi perhatian publik dan para aktivis dari berbagai lembaga yang ada di Kota padangsidimpuan, sidang kali ini beragendakan mendengarkan keterangan saksi laninnya terpaksa kecewa karena salah satu Hakim Anggota cuti sehingga sidang ditunda pada selasa depan 1 Juli 2025, rasa kecewa ini diungkapkan para aktivis yang mengikuti persidangan Pengeroyokan warga sipenggeng, hal yang sama diungkapkan juga oleh dua orang saksi yang rencananya memberi keterangan pada persidangan hari ini (23/6).“Sekarang sudah tekhnologi canggih, semestinya tadi pagi kita diberitahu bahwa salah satu hakim ada yang cuti, kita jauh loh dari sepenggeng.” Ungkap Yuli Yanti Siregar Salah seorang saksi yang dihadirkan.Lanjut Yanti, “Menurut hemat saya, para pejabat di negara ini punya etika dalam bersosialisasi dengan masyarakat, semestinya hakim di pengadilan negeri padangsidimpuan menghormati masyarakat yang bersidang.” Lanjut yanti dengan rasa kecewa.
Sebelumnya, sidang pada Selasa (17/6/2025) sekitar pukul 15.00 WIB. Sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan saksi korban berlangsung memanas karena adanya interupsi dari kuasa hukum terdakwa yang mencoba mengalihkan fokus perkara ke sengketa tanah. Saksi korban, Hennita Wati Lubis, dihadirkan langsung dalam persidangan dan memberikan kesaksian terkait peristiwa penganiayaan Pengeroyokan yang menyebabkan luka ringan, luka berat yang menimpa dirinya pada Sabtu, 4 Mei 2024, sekitar pukul 07.00 WIB di Desa Sipenggeng, Kecamatan Batang Toru.
Fachrul Rozy Pulungan, aktivis yang mengikuti jalannya persidangan, menyoroti sikap Majelis Hakim yang menurutnya mulai melenceng dari pokok perkara. “Saya tertawa saat kuasa hukum terdakwa, Sutan Raja Harahap SH, berusaha mengaitkan kasus ini dengan sengketa lahan dan Majelis Hakim menanggapinya. Padahal jelas-jelas perkara ini adalah penganiayaan terhadap Hennita Wati Lubis. Majelis Hakim seharusnya fokus membuktikan apakah penganiayaan tersebut benar terjadi,” ujar Fachrul.
Fachrul Rozy juga mengingatkan, “Hukum negara dan hukum agama tidak membenarkan kekerasan terhadap perempuan. Saya berharap Ibu Hakim Ketua memahami hal ini.” Pesan Fachrul Rozy. (17/6)
Hal senada diungkapkan oleh Musno Saidi Siregar, aktivis yang dikenal dengan aksi-aksinya di Kota Padangsidimpuan. Musno menekankan pentingnya sikap netral dan beretika hakim dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Musno, hakim harus: Menjaga netralitas dan tidak memihak dalam memutuskan perkara berdasarkan fakta dan hukum yang berlaku. – Bersikap sopan, tegas, dan menjalankan tata tertib persidangan dengan baik.
Menjunjung tinggi kode etik dan integritas profesi hakim.
Memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak untuk menyampaikan argumen tanpa mengabaikan substansi perkara. – Mempertahankan independensi agar keputusan tidak dipengaruhi oleh pihak manapun.
“Ingat Bu Hakim Ketua, kami kawal kasus ini sampai putusan nanti. Setiap sidang kami catat dan laporkan ke Pengawasan Hakim di Jakarta. Apapun ceritanya, kekerasan terhadap perempuan tidak dibenarkan di Negara Republik Indonesia,” tegas Musno. (17/6)
Sidang kasus penganiayaan ini terus di ikuti dan dikawal para aktivis dari berbagai lembaga yang ada di Kota padangsidimpuan sehingga apapun yang terjadi pada persidangan penganiayaan Pengeroyokan terhadap warga sipenggeng ini tidak lepas dari sorotan publik dan mereka berencana mengadakan unjuk rasa apabila keadilan tidak didapatkan oleh korban.
Ini merupakan bentuk perhatian dan empati para aktivis kepada perempuan yang menjadi korban pengeroyokan oleh pelaku. (Fii Siregar)
Komentar