PONTIANAK,|ANALISASIBER.COM —
Dukungan Presiden Prabowo Subianto terhadap pengesahan RUU Perampasan Aset tampaknya belum cukup menggugah Dewan Perwakilan Rakyat. Hingga kini, rancangan undang-undang yang sudah lebih dari satu dekade dibahas itu belum juga disahkan. Kemandekan ini memicu kekecewaan publik.
Ketua Umum DPP LSM MAUNG, Hadysa Prana, mengecam keras sikap DPR yang dinilai abai terhadap kepentingan rakyat: Senin,26 Mei 2025.
> “Kalau Presiden sudah berani bersikap, lalu siapa yang ditunggu DPR? Koruptor? Atau sponsor politik mereka? Ini pengkhianatan terhadap rakyat! Kalau takut sama koruptor, cabut saja jadi wakil rakyat!” tegas Hadysa dalam keterangannya, Senin (26/5).
Bukan Sekadar Regulasi, Ini Ujian Nyali dan Integritas!
RUU Perampasan Aset memungkinkan negara menyita harta hasil kejahatan, bahkan tanpa menunggu vonis pidana tetap. Mekanisme ini telah diterapkan di berbagai negara maju untuk melawan kejahatan kerah putih. Namun di Indonesia, regulasi ini justru tertahan di ruang legislatif dengan alasan kontroversial soal perlindungan HAM.
Pakar hukum tata negara Prof. Zainal Arifin Mochtar menilai, RUU ini justru krusial untuk membatasi celah impunitas:
> “RUU ini akan menutup ruang lolosnya pelaku korupsi dari jerat hukum. Negara tak boleh kalah dari para penjarah APBN.”
LSM MAUNG Tantang DPR: Siapa Pro Rakyat, Siapa Pro Koruptor?
Hadysa meminta seluruh fraksi DPR RI membuka sikap politik mereka secara terang-terangan:
> “Kalau kalian diam, berarti kalian bagian dari masalah. Hukum tak boleh disandera oleh ketakutan dan kompromi.”
Penutup
RUU Perampasan Aset menjadi batu ujian integritas para wakil rakyat. Ketika Presiden telah menyatakan dukungan, sikap diam parlemen hanya mempertegas pertanyaan publik:
“Apakah DPR bersama rakyat—atau berdiri di belakang koruptor?”
(TIM/REDAKSI)
Sumber: Divisi Humas DPP LSM MAUNG
Komentar