oleh

PPWI dan Li-tipikor Kawal Kasus PPA di Minsel Diduga Tersangka di Kriminalisasi

banner 468x60

ANALISASIBER.COM.

Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi dan Hukum (LI-TIPIKOR) Sulawesi Utara (Sulut) dan  Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Sulut melakukan pendampingan hukum bagi masyarakat yang memohon pendampingan.

banner 336x280

Kali ini LI-TIPIKOR dan PPWI melakukan pendampingan kasus dugaan kriminalisasi terhadap tersangka (tsk) dugaan tindak pidana dalam Undang-undang (UU) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Polres Minahasa Selatan (Minsel), dengan tuduhan membawa kabur anak gadis orang yang masih di bawah umur.

Namun, banyak kejanggalan yang ditemui yang diduga dilakukan oleh penyidik, mulai dari penangkapan hingga penetapan tersangka, yang terkesan sangat cepat sekali.

Hal tersebut kemudian disoroti oleh Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI). Ketua PPWI Manado Riandy Zees yg biasa di sapa ian saat mendampingi keluarga tsk menyoroti prosedur penangkapan dan penetapan tersangka, hingga naik ke tahap dua pelimpahan ke Kejaksaan Negeri Minsel-Mitra yang dinilai sangat cepat penanganannya dibandingkan dengan banyak kasus PPA serupa yang ditangani oleh Polres Minsel yang sangat lamban penanganannya.

“Kami melihat ada kejanggalan mulai dari penangkapan hingga proses penetapan tersangka dan kemudian dibawa ke Kejari, begitu cepat prosesnya, hanya pada tanggal yang sama,” ungkap Riandy Zees, Kamis (18/09/2025), saat melakukan pendampingan.

Riandy menilai banyak kejanggalan dalam proses hukum yang dialami oleh tsk DT atau Dirly dalam kasus PPA ini.

Ia menilai tsk DT diduga dikriminalisasi oleh penyidik. Ditambah lagi baik tsk dan keluarga tsk adalah awam hukum atau kurang paham hukum. Sehingga akhirnya tsk DT kemudian terjebak dalam kasus UU PPA.

Seperti yang sudah diberitakan oleh beberapa media sebelumnya, tsk DT diamankan oleh personil Polres Minsel di rumahnya di Paal Dua Manado pada 22 Juli 2025, dengan tuduhan membawa kabur anak gadis tanpa seizin orang tua. Dan pada keesokan harinya DT langsung ditetapkan sebagai tersangka dan diproses untuk tahap ke Kejaksaan Negeri.

“Kami melihat pada dokumen penangkapan dan surat tugas penyidikan dan lain sebagainya itu disinyalir ada kejanggalan. Pada tanggal penangkapan dan proses lainnya itu sama. Bahkan tanpa surat pemanggilan dan tanpa surat tugas penangkapan. Prosesnya sangat cepat. Berbeda dengan kasus lain yang ditangani Polres Minsel,” ujar Riandy.

Padahal menurut keterangan keluarga tsk dan beberapa bukti yang sudah dikantongi, ada beberapa dalil yang bisa dipakai oleh penyidik untuk dapat melakukan mediasi damai. Mengingat kedua pihak baik si tersangka maupun korban merupakan pasangan berpacaran yang telah lama menjalin hubungan, dan saling suka sama suka.

“Si Sisil (korban) sampe so ja panggil mama dan papa kepada kami orang tua nya Dirly,” ungkap Yesy Roboth, ibu tsk.

Kronologi kejadian versi keluarga tersangka mengungkapkan bahwa tsk dipaksa oleh korban untuk menjemput korban di rumahnya di Desa Tenga Kecamatan Tenga, Minsel, dengan alasan bahwa korban dipukulin oleh orang tuanya dan dalam keadaan hamil.

Tsk sebelumnya sempat belum mengiyakan permintaan korban sebab mengingat waktu yang sudah malam, juga jarak dari Paal Dua ke Desa Tenga sangat jauh. Namun karena korban mengancam akan keluar rumah sendiri apabila tsk DT tidak menjemput, maka tsk langsung bergegas menemui korban pada malam itu.

Korban tidak mau pulang rumah lagi, dan akhirnya dibawa ke Manado dan diberikan fasilitas tumpangan untuk tinggal bagi korban. Dan akhirnya tsk DT dijemput personil Buser Polres Minsel pada keesokan harinya.

Ketua LI-TIPIKOR Sulut Toar Lengkong meminta agar kasus ini dapat ditinjau kembali. Dan berharap agar ada mediasi damai atau Restoratif Justice (RJ).

“Pada umumnya kami mendukung apa yang sudah dilakukan oleh pihak penegak hukum, namun jika melihat dari sudut pandang mekanisme pada kasus ini, tentunya kami berharap semua pihak untuk dapat saling bersinergi untuk menyesuaikan kasus ini agar tidak ada yang saling dirugikan. Kalau bisa ada mediasi damai adalah lebih baik, sebab keduanya memang saling sayang,” ucap Toar.

( Rio )

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *