Tapsel, Sumut : analisasiber.com, – Mencuatnya kasus dugaan tindak pidana korupsi atas penerimaan gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), terkait dengan pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) di Bank Indonesia dan Atoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi perhatian nasional. Dana CSR atau yang lebih dikenal dengan dana Bantuan Sosial merupakan hak masyarakat Indonesia, yang lebih mirisnya dana bantuan sosial BI dan OJK ini telah dimanfaatkan secara pribadi dan bersama-sama oleh wakil rakyat Komisi XI yang ada di Gedung DPR RI dengan menggunakan Yayasan-Yayasan yang ditunjuk oleh anggota Dewan itu sendiri, peristiwa ini telah mengkhianati kepercayaan rakyat Indonesia.
Terkait permasalahan ini, Puteri Leida Harahap selaku Wakil Sekjen GEMMA PETA INDONESIA mengungkapkan kekesalannya atas perbuatan anggota dewan Komisi XI DPR RI kepada awak media pada Rabu, 20 Agustus 2025. “Seyogyanya Wakil rakyat memikirkan nasib rakyat Indonesia bukan memikirkan kepentingan pribadi untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompoknya.” Ujarnya dengan geram.
Puteri Leida juga menyampaikan bahwa Masyarakat Tapanuli Selatan dan Kota Padangsidimpuan berkomunikasi dengannya, menduga adanya aliran dana CSR BI dan OJK ke Yayasan Keluarga Pasaribu begitu juga dugaan adanya aliran dana CSR Tambang Emas Martabe yang ada di Tapanuli Selatan ke Yayasan tersebut. Puteri Juga mengungkapkan kemungkinan besar GEMMA PETA INDONESIA akan melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor KPK untuk mendesak KPK memeriksa Gus Irawan Pasaribu terkait dana CSR BI dan OJK.
“Iya, masyarakat Tapsel dan sidimpuan menyampaikan kepada saya, dugaan adanya aliran dana CSR BI, OJK dan Tambang Emas Martabe yang ada di Tapsel ke yayasan keluarga Pasaribu, mereka (masyarakat Tapsel dan Sidimpuan) meminta kami di Dewan Pimpinan Nasional (DPN GEMMA PETA INDONESIA) untuk menyurati dan melakukan unras di depan kantor KPK agar KPK memeriksa yayasan tersebut.” Ungkap Puteri Harahap. (20/8/2025).
Perkara ini bermula dari laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (LHA PPATK) dan kemudian juga dikaitkan dengan atau dikuatkan dengan pengaduan masyarakat, Hal ini disampaikan oleh PLT Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Bapak Asep Guntur Rahayu pada Konferensi Pers Penetapan tersangka tindak pidana korupsi, dugaan penerimaan gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang atau TPPU dana CSR BI dan OJK, kamis 7 Agustus 2025 sekira pukul 19.05 Wib.
“Jadi ada masyarakat di daerah yang mengadu kepada kami KPK di sini bahwa ada beberapa bantuan sosial itu dirasa tidak sesuai, tidak sesuai dengan apa yang seharusnya, kalau nama programnya, Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) pada Bank Indonesia dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK), itu yang di Otoritas Jasa Keuangan, Pemeriksaan Anggarannya dari tahun 2020 sampai dengan 2023.” Ujar PLT Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Bapak Asep Guntur Rahayu di gedung Merah Putih KPK Jakarta.
Dalam Konferensi Pers tersebut, PLT Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK membeberkan kontruksi perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang terkait dengan pengelolaan dana bantuan social (CSR) Bank Indonesia dan OJK, bahwa Komisi XI DPR RI dalam melaksanakan tugas dan wawenangnya memiliki beberapa mitra kerja, diantaranya adalah Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Khusus terhadap Bank Indonesia dan OJK, Komisi XI memiliki kewenangan tambahan, yaitu mewakili DPR memberikan persetujuan terhadap rencana anggaran masing-masing lembaga tersebut setiap tahunnya.
“Jadi ada anggaran untuk lembaga ini, untuk BI kemudian juga untuk OJK, nanti Komisi XI ini anggaran yang untuk BI maupun untuk OJK itu dirapatkan, seperti itu, kemudian dievaluasi dan lain-lain, kemudian disetujui oleh Komisi XI.” Terangnya.
Sebelum memberikan persetujuan atas anggaran yang diajukan BI dan OJK, Komisi XI DPR RI terlebih dahulu membentuk panitia kerja (Panja) guna membahas rapat anggaran, kemudian dilihat bagaimana rencana pengeluarannya dan rencana pendapatan dari kedua lembaga tersebut. Setelah rapat kerja Komisi XI DPR RI bersama BI dan OJK pada bulan November di setiap tahunnya, panja melaksanakan rapat tertutup dengan Pimpinan BI dan OJK.
“Jadi dengan adanya panja tersebut, kemudian anggaran yang diajukan oleh BI maupun OJK dibahaslah dalam satu rapat, rapat kerja anggaran seperti itu, bulan November di setiap tahunnya, Setelah rapat kerja Komisi XI DPR RI bersama BI dan OJK kemudian Panja melaksanakan rapat tertutup dengan Pimpinan BI dan OJK.” Ungkapnya
Selanjutnya dalam rapat tertutup tersebut, lanjut Asep Guntur Rahayu selaku PLT Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, terdapat kesepakatan antara lain ;
1. BI dan OJK memberikan dana program sosial kepada masing-masing anggota Komisi XI DPR RI, dengan alokasi kuota dari BI sekitar 10 kegiatan per tahun dan OJK sekitar 18-24 kegiatan per tahun.
2. Dana program sosial diberikan kepada anggota Komisi 11 DPR RI melalui yayasan yang dikelola oleh anggota DPR RI Komisi XI.
“Jadi tidak langsung uang itu diberikan kepada perorangan anggota Komisi XI, tetapi diberikan melalui yayasan, Artinya anggota Komisi XI kemudian bisa menunjuk yayasan yang sudah ada, karena banyak misalkan yayasan sosial dan lain-lain yang ada bisa ditunjuk anggota Komisi XI, misalkan di daerah pemilihannya, di dapilnya, atau bisa juga yayasan yang dimilikinya, yang khusus menampung uang untuk kegiatan sosial tersebut.” Terangnya.
Dan selanjutnya diakhir komunikasi Awak media dengan Wakil Sekjen GEMMA PETA INDONESIA, Puteri Leida Harahap menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana. (Fii Siregar)
Komentar