Analisa siber. Com
DAIRI – Insiden dugaan kekerasan yang melibatkan Kepala Desa (Kades) Pegagan Julu VI, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Edward Sorianto Sihombing, terhadap dua orang wartawan berbuntut panjang. Kades tersebut kini harus berurusan dengan pihak kepolisian setelah dilaporkan atas dugaan tindak penganiayaan.
Dua wartawan yang menjadi korban, Bangun MT, Pimpinan Redaksi editorial24jam.com, dan Abednego P.I Manalu, Pimpinan Redaksi Inspirasi.online, secara resmi melaporkan Kades Pegagan Julu VI dengan nomor laporan LP/B/345/IX/2025/SPKT/POLRES DAIRI/POLDA SUMUT, tertanggal 4 September 2025.
Usai membuat laporan di Polres Dairi, Bangun MT Manalu dan Abednego P.I Manalu menjelaskan kepada awak media bahwa mereka mengalami perlakuan kasar saat menjalankan tugas jurnalistik di kantor desa Pegagan Julu VI pada Kamis (4/9) pagi.
“Kedatangan kami ke kantor desa adalah untuk melaksanakan tugas jurnalistik. Kami pun memperkenalkan diri secara sopan,” ujar Bangun.
Namun, respons yang mereka terima dari Kades Edward Sorianto Sihombing justru di luar dugaan. Sang Kades menunjukkan sikap tidak ramah dan terkesan alergi terhadap kehadiran wartawan.
Menurut penuturan Bangun, Kades dengan nada tinggi dan emosi meminta mereka menunjukkan kartu identitas dan surat tugas.
Bangun M.T. Manalu menanggapi permintaan tersebut dengan tenang, “Kami membawa identitas lengkap, Pak Kades. Mohon jangan emosi, kami datang dengan santun.”
Sayangnya, pernyataan tersebut justru memicu reaksi yang lebih keras dari Kades. Dengan arogan, Kades memukul meja dan berteriak, “Jangan ajari saya sopan santun! Kalian tamu di sini. Panggil ketua kalian!”
Ketegangan semakin meningkat ketika Kades mendekati Bangun M.T. Manalu dan melakukan tindakan kekerasan berupa tendangan ke arah perut. Selain itu, Kades juga mengancam akan memanggil organisasi masyarakat (ormas) Pemuda Pancasila untuk menghalangi tugas wartawan.
Tidak lama berselang, seorang pria berpakaian putih tiba di kantor desa dan langsung menyerang Bangun M.T. Manalu serta mendorong Abednego Manalu yang saat itu berada di luar ruangan.
Situasi semakin tidak terkendali ketika Kades kembali melakukan pemukulan terhadap kedua korban. Abednego Manalu menjadi sasaran utama karena berusaha merekam kejadian tersebut dengan telepon selulernya. Kades bahkan mencoba merampas ponsel milik Abednego.
Seorang wanita yang belum diketahui identitasnya juga turut menyerang Abednego Manalu dan berusaha mengambil ponselnya. Beberapa perangkat desa lainnya juga mencoba menghalangi dan merampas alat kerja wartawan.
Puncak dari insiden ini adalah ketika seorang pria lain datang dengan membawa senjata tajam berupa celurit, yang diduga akan digunakan untuk mengintimidasi atau melukai para wartawan.
Akibat serangan tersebut, Bangun M.T. Manalu mengalami luka lebam di wajah dan sakit pada bagian perut. Sementara Abednego Manalu mengalami luka-luka serta trauma akibat ponselnya yang dirampas secara paksa.
Menanggapi kejadian ini, tokoh pers sekaligus Ketua DPD SPRI Sumatera Utara, Burju Simatupang, menyatakan keprihatinannya.
Ia mengecam tindakan Kades Pegagan Julu VI yang dianggap telah menciderai kebebasan pers dan melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Burju Simatupang mendesak pihak kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan mendalam dan menindak tegas pelaku, termasuk oknum kepala desa, demi menegakkan supremasi hukum.
Pemerintah daerah juga diminta untuk mengambil tindakan tegas guna memastikan agar aparatur desa tidak menyalahgunakan kewenangan dan bersikap arogan terhadap pers maupun masyarakat.
“Kebebasan pers adalah pilar penting dalam demokrasi. Segala bentuk kekerasan, ancaman, dan intimidasi terhadap wartawan harus dihentikan dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegasnya.Agus














Komentar