Dunia Mertua dan Menantu, Konflik yang Tak Berujung

banner 468x60

analisasiber.com, – Tunggu apa lagi? Cepat pergi dari sini sekarang juga!” ben-tak ibu mertua lagi saat melihatku hanya diam saja karena jujur aku masih ingin berada di rumah ini sebab aku masih punya misi ingin melihat reaksi Mas Alvin untuk pertama kalinya saat menerima surat pemecatan dirinya dengan tidak hormat dari perusahaan tempat dia bekerja nanti.

Akan tetapi tampaknya misi itu tak akan berjalan sesuai dengan keinginanku karena ibu mertua tampaknya tak sudi lagi memberiku waktu dan kesempatan untuk lebih lama lagi berada di rumah ini.

banner 336x280

Mendengar bent-akan ibu mertua tersebut mau tak mau aku pun beranjak pelan menuju ke kamar. Mau bagaimana lagi? Kelihatannya aku memang harus segera angkat kaki dari rumah ini meski keinginanku belum tercapai.

Pun rumah pribadiku juga belum selesai dibersihkan sebab aku belum punya waktu dan kesempatan untuk menghubungi pekerja bersih bersih yang kontaknya sudah kudapatkan dari salah satu warga tadi.

Namun, apa daya ibu mertua sudah mengusir dan menyuruhku pergi dari sini. Begitupun Mas Alvin dan Lila yang kemudian menimpali ucapan ibunya itu yang memintaku pergi dari rumah ini.

“Iya, Mbak Naya ngapain juga Mbak masih betah di rumah ini? Kan Mas Alvin sudah jelas jelas menjatuhkan talak sama Mbak Naya dan meminta Mbak segera pergi dari rumah ini. Kok Mbak Naya masih aja ada di sini? Emang Mbak Naya nggak punya malu ya? Mbak Naya sama Mas Alvin itu cuma nikah di bawah tangan, Mbak! Surat nikah Mbak itu palsu! Terus ngapain Mbak masih aja ada di rumah ini?”

“Buruan dong pergi! Mbak kan bisa jual mobil atau balik lagi ke panti asuhan kalau rumah paman Mbak itu udah nggak bisa nampung anggota baru lagi! Cari akal dong, jangan ngerepotin orang lama lama karena kasihan juga Mbak Dona harus pisah tempat tinggal sama Mas Alvin sebab Mbak nggak pergi pergi juga!”

“Gih, Mbak kalau mau pergi! Lila bantuin kemas kemas mumpung Lila nggak sibuk!” celetuk Lila pula membuatku tanpa sadar mengepalkan kedua buku tanganku kuat kuat.

Andai aku tak punya stok kesabaran tinggi mungkin sudah kulayangkan tamparan tanganku di pipi gadis bermulut pedas itu. Mulut yang aku yakin suatu saat nanti pasti akan mendapat balasannya juga.

“Iya, Nay! Sebaiknya kamu segera pergi dari rumah ini karena hari ini juga Dona akan tinggal di sini. Maaf … bukan Mas mau membuang kamu dan Kayla, tapi keadaan kita yang nggak memungkinkan lagi untuk bersama, Nay. Jadi Mas mohon biarkan Mas membina rumah tangga yang baru bersama Dona dan Fariz.”

“Nanti kalau ada rejeki Mas kirim juga uang untuk Kayla karena bagaimana pun juga Kayla adalah darah daging Mas. Tapi … harap maklum ya kalau jatah buat Kayla nggak sebesar jatah buat Fariz karena selain Fariz anak laki laki, dia juga anak sah Mas di mata hukum. Sedangkan Kayla hanya punya hubungan hukum dengan kamu saja, Nay. Jadi wajar jika jatah buat Fariz akan lebih besar dari pada jatah buat Kayla. Ya, Nay?”

“Oh ya, Nay … Mas …. “

“Cukup, Mas! Hentikan kata kata kamu yang hanya menyakitkan hati orang saja sebab sudah dari tadi kamu bicara tanpa ingat kalau aku hanyalah manusia biasa. Meski aku bisa sabar tapi tetap saja aku takut khilaf, Mas!”

“Asal kamu tahu, Mas, seujung kuku pun aku nggak pernah berharap nafkah dari kamu buat Kayla sebab seperti yang kamu bilang barusan, Kayla hanya punya hubungan hukum denganku saja sebagai ibunya! Jadi kamu nggak usah repot repot memikirkan nafkah Kayla lagi karena aku juga nggak sudi mengemis nafkah dari kamu, Mas!”

“Cukup kamu tepati saja ucapan kamu ini kalau Kayla adalah anak yang hanya punya hubungan hukum denganku saja! Dia nggak punya hubungan hukum sama sekali dengan kamu! Jadi jika kelak dia sukses dalam hidupnya, jangan pernah berharap dia akan membalas budi dengan kamu karena kamu juga nggak pernah mau mengakuinya sebagai anak sah kamu! Oke!”

“Ya sudah, Mas! Aku pergi sekarang juga kalau itu mau kalian! Aku akan mengemasi pakaian ku dan Kayla sekarang juga! Tapi ingat, Mas, komitmen kita sudah jelas! Kita nggak ada hubungan hukum sama sekali termasuk kamu dengan Kayla, jadi jangan pernah cari aku lagi apalagi Kayla. Oke?” jawabku pula memotong kata kata Mas Alvin yang jujur sangat membuat aku terluka itu.

Tapi aku berusaha untuk sabar dan tak membalas sebab aku yakin tak lama lagi, mulut pedas laki laki di depanku ini pasti tak akan sanggup lagi berkata yang menyakitkan hati orang jika dirinya pun sudah ketemu batunya. Jatuh tapai karena dipecat dari pekerjaan dan mungkin tak akan bisa mendapatkan pekerjaan baru lagi dengan mudahnya sebab namanya pasti akan tercoreng akibat kasus korupsi dana perusahaan yang dia lakukan saat ini.

Mendengar jawabanku, justru ibu mertua yang buka mulut.

“Apa? Nyari kamu dan Kayla? Buat apa? Mimpi kamu, Naya! Mana mungkin Alvin akan nyari kamu lagi? Kamu pikir anak saya sudah gila? Memungut kembali sampah yang sudah dibuang ke tempatnya?”

“Sudah! Jangan banyak mukadimah lagi! Lebih cepat kamu pergi lebih baik supaya saya juga bisa istirahat! Nggak ngomel melulu dari kemarin!”

“Lila, cepat bantu Naya buat mengemasi semua pakaiannya! Ingat, jangan ada satu pun barang yang kamu bawa dari rumah ini, Nay, sebab kamu nggak punya hak sama sekali atas harta benda Alvin yang ada di rumah ini! Oke!” ujar ibu mertua sembari mendelik tajam ke arahku.

Sekali lagi, sem-bilu terasa pe-dih meng-iris hatiku. Ibu mertua mengatakan aku s4mpah yang sudah dibuang pada tempatnya jadi tak mungkin dipungut lagi?

Terlalu beliau! Tapi biar saja. Aku yakin setelah Mas Alvin dipecat dari posisinya sebagai seorang manajer perusahaan, beliau, Mas Alvin dan Lila pasti tak akan sanggup lagi bicara keras dan tinggi hati seperti ini.

Menyadari hal itu, tanpa banyak kata lagi, aku pun gegas masuk ke dalam kamar lalu mengemasi pakaianku dan Kayla dan buru buru mengangkutnya ke dalam mobil.

Setelah semua pakaian aku masukkan ke dalam mobil, aku lantas menggendong Kayla yang masih tidur nyenyak dan memindahkannya ke dalam jok mobil.

Sekarang aku siap pergi meninggalkan suami toksik dan pengkhianat seperti Mas Alvin beserta keluarganya.

Namun, baru saja aku membuka pintu mobil dan hendak meninggalkan kediaman laki laki toksik itu, ponsel Mas Alvin tiba tiba berdering kencang dan saat laki laki itu mengangkatnya dengan ragu, aku mendengar intonasi suara Mas Alvin yang tiba tiba gemetar dan nada suara yang terbata bata.

“Iya pak. baik, besok pagi saya masuk kantor pak.”

“Iya pak. saya akan bawa semua laporan keuangan berkaitan dengan pembangunan gedung kantor yang baru, pak.”

“Iya pak. saya akan datang tepat waktu.”

Setelah itu sambungan telepon pun diputus dari seberang lalu setelahnya aku melihat wajah Mas Alvin yang tampak pias sebelum akhirnya dengan satu sentakan gas, aku meninggalkan halaman rumah Mas Alvin yang mulai saat ini hanya akan menjadi kenangan buruk untukku itu.

Dalam perjalanan menuju rumah pribadi yang mulai hari ini akan aku tempati bersama Kayla itu, aku tersenyum puas karena sebelum benar-benar meninggalkan kediaman Mas Alvin tadi, ternyata aku masih bisa melihat dengan jelas ekspresi wajah laki laki itu yang tampak putih dan pucat saat orang yang aku duga adalah Pak Erik itu, menghubunginya untuk memintanya masuk kantor besok pagi meski dia masih dalam keadaan cuti, guna menjelaskan bukti bukti kecu-rangan da-na yang terdapat dalam laporan keuangan yang dia susun yang tadi pagi telah aku serahkan pada atasannya sebagai barang bukti tersebut.

 

Penulis: Hendri

 

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *