SULUT, ANALISASIBER.COM – Dugaan lemahnya pengawasan kembali mencoreng wajah pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Proyek Preservasi Jalan Airmadidi, Batas Kota Tondano, Langowan, Ratahan, Belang, dan Tondano, Wasian, Kakas, Langowan, Kawangkoan yang menelan anggaran Rp.63.634.392.000.00,- menuai sorotan tajam dari masyarakat.
Proyek di bawah Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XV Sulawesi Utara, tepatnya PPK 1.1 Satker PJN Wilayah I Sulut, dinilai tidak efektif dan tidak menunjukkan hasil maksimal. Di lapangan, sejumlah ruas jalan yang baru saja dikerjakan sudah tampak rusak dan rapuh, bahkan beton mudah hancur hanya dengan sentuhan tekanan jari.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar, di mana fungsi pengawasan dan pengendalian mutu? Publik menilai lemahnya kontrol dari pihak terkait berpotensi membuka ruang bagi penyalahgunaan dana proyek, yang notabene bersumber dari uang rakyat.
Lebih disesalkan lagi, PPK 1.1 Sam Yuda Haerani, S.T, yang bertanggung jawab atas proyek tersebut, terkesan menghindar dari konfirmasi media. Alih-alih memberikan penjelasan, dirinya justru memblokir kontak wartawan yang berupaya meminta klarifikasi lewat pesan singkat whatsaap. Sikap ini memperkuat dugaan publik bahwa ada yang tidak beres dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Sejumlah desakan publik dan aktivis meminta agar Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta BPKP Sulawesi Utara untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh dan berkala terhadap proyek-proyek infrastruktur yang dibiayai APBN maupun APBD.
Langkah ini dinilai penting untuk memastikan setiap rupiah dana publik digunakan tepat sasaran, transparan, dan bebas dari praktik kecurangan.
“Pemeriksaan dan pengawasan harus dilakukan secara berkala, bukan setelah masalah muncul. Jika ditemukan indikasi penyimpangan, penegak hukum harus bertindak tegas,” ujar salah satu tokoh masyarakat.
Publik menegaskan, pengawasan ketat bukan sekadar formalitas, tetapi kunci mencegah kerugian negara. Setiap proyek harus diaudit sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pasca pekerjaan, agar tidak menjadi ladang subur bagi korupsi terselubung.
Dalam konteks pembangunan nasional, proyek jalan raya bukan hanya urusan beton dan aspal, tetapi juga cerminan integritas pemerintah dalam mengelola dana publik. Bila pengawasan dibiarkan longgar, maka kualitas hasil akan runtuh bersama kepercayaan rakyat.
Kini, bola panas ada di tangan lembaga pengawas dan penegak hukum. Publik menuntut pemeriksaan ketat, audit transparan, dan tindakan tegas tanpa pandang bulu. Rakyat berhak tahu, sejauh mana uang miliaran rupiah itu benar-benar digunakan untuk kesejahteraan, bukan kepentingan segelintir pihak dan Pengawasan bukan pilihan tapi keharusan. (TIM)














Komentar