analisasiber.com, – Mahasiswa dari dua aliansi DPP Permada PH dan GERMAS, melakukan aksi demo menuntut keadilan Kejari Padangsidimpuan, dinilai tebang pilih hukum. Jum’at (20/06/25).
Tampak situasi memanas terjadi di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Padangsidimpuan, Sumatera Utara ketika mahasiswa menutup jalan lintas didepan Kantor Kejari Padangsiidimpuan untuk melakukan aksi demo.
Mereka menyuarakan keresahan publik atas dugaan tebang pilih dalam penegakan hukum serta lemahnya integritas kejaksaan. Aksi damai yang awalnya berlangsung tertib, berubah panas ketika mahasiswa membakar ban mobil di halaman kantor Kejari.
“Ini bukan sekadar aksi. Ini bentuk cinta kami terhadap Kota Padangsidimpuan dan NKRI,” seru seorang orator dari atas mobil komando, disambut pekikan “Copot Lambok Kajari Sidimpuan karena Dinilai Tidak Profesional” dari massa aksi demo.
Aksi mahasiswa tak lepas dari sorotan terhadap salah satu kasus besar yang dianggap mencoreng wajah hukum di daerah. Yakni, dugaan korupsi pemotongan 18% Dana Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2023 yang melibatkan tersangka Mustafa Kamal Siregar.
Namun mengejutkan, dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri, hakim menyatakan penetapan tersangka tidak sah dan gugur demi hukum. Mustafa pun dibebaskan dari seluruh tuduhan hukum.
Lebih menghebohkan, majelis hakim juga memutuskan agar biaya perkara dibebankan kepada negara melalui institusi Kejaksaan. Putusan ini memicu gelombang kritik dan kecurigaan terhadap independensi aparat penegak hukum.
“Bagaimana bisa tersangka bebas dan negara malah yang menanggung kesalahan? Ini cermin bobroknya hukum kita,” tegas Hasbi Munandar Nasution, Koordinator Lapangan aksi dalam pernyataannya.
Dokumen pernyataan sikap yang dibacakan di tengah aksi, mahasiswa mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap Kajari Padangsidimpuan.
Mereka menilai, Kepala Kejari telah kehilangan kepercayaan publik. Banyak perkara yang justru lambat ditangani, bahkan cenderung tidak diproses jika melibatkan tokoh elit atau pemilik kekuasaan dan koneksi politik.
Kondisi ini, menurut mahasiswa, menjadi bukti bahwa supremasi hukum di kota tersebut hanya berjalan bagi masyarakat kecil, bukan bagi mereka yang berkedudukan tinggi atau bermodal kuat.
“Kami butuh aparat yang tegas ke atas, bukan cuma tajam ke bawah. Hukum harus netral, bukan alat kekuasaan,” ucap Rezky Fery Sandria, Koordinator Aksi.
Mahasiswa tak hanya membawa spanduk dan orasi. Mereka membawa tiga tuntutan resmi sebagai bentuk tekanan terhadap institusi Kejaksaan.
(1).mereka meminta Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara segera memanggil dan memeriksa Kepala Kejari Padangsidimpuan atas dugaan pelanggaran profesionalitas dan etika jabatan. (2).aliansi mahasiswa mendesak pencopotan Kepala Kejari karena dianggap telah gagal menjaga kredibilitas hukum di tengah masyarakat dan diduga kuat melakukan tebang pilih dalam penanganan kasus. (3).mereka meminta agar Kepala Kejari secara sadar mengundurkan diri, karena sudah tak lagi mampu menjalankan tugas dan kehilangan kepercayaan dari publik.
“Kalau tidak mampu menegakkan keadilan, lebih baik mundur! Jangan biarkan hukum jadi dagangan politik,” teriak massa aksi serentak di depan kantor Kejari Padangsidimpuan.
Aksi ini bukan aksi seremonial. Ini adalah bentuk nyata perlawanan moral. Pernyataan sikap ini juga diteken langsung oleh Ketua Umum DPP Permada PH Abdul Husein Simamora dan Ketua Umum GEMAS Ferdiansyah Pasaribu.
Ferdiansyah menegaskan bahwa mahasiswa hadir sebagai penjaga moral bangsa, kontrol sosial yang tidak akan tinggal diam melihat penegakan hukum dijalankan semena-mena.
“Kami tidak akan berhenti. Ini baru awal. Jika Kejati Sumut diam, kami akan kembali turun dengan massa yang lebih besar,” tegas Ferdiansyah saat diwawancarai usai aksi.
Menurutnya, Kepala Kejari Lambok MJ Sidabutar harus dicopot dari jabatannya sebagai bentuk pemulihan marwah institusi penegakan hukum di Kota Padangsidimpuan.
“Hari ini kami bicara. Besok, rakyat akan bergerak. Dan ketika itu terjadi, tak ada kekuasaan yang mampu membungkam suara keadilan,” pungkasnya penuh semangat. (Hendri)
Komentar