Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Islam Malang (UNISMA) periode 2023, Sholeh Jamalullail, yang juga merupakan pengurus pusat Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia Pusat (FL2MI) Komisi III, menanggapi polemik terkait aksi mahasiswa dalam rangka Pilkada Kota Malang. Aksi tersebut memicu perdebatan setelah Koordinator Daerah (Korda) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya mengkritik aksi itu karena dianggap tidak berasal dari mahasiswa asli Malang Raya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Sholeh Jamalullail dengan tegas mempertanyakan mengapa aksi tersebut dipersoalkan. Ia menilai bahwa aksi yang dilakukan oleh mahasiswa terkait Pilkada di Kota Malang tersebut justru perlu diapresiasi. “Apa salahnya dengan aksi tersebut? Aksi itu bukan ajakan untuk memihak kepada Paslon A, B, ataupun C. Aksi ini juga tidak mengatasnamakan organisasi BEM manapun,” ujar Jamalullail dalam pernyataannya.
Menurutnya, aksi mahasiswa itu murni bertujuan untuk menyuarakan harapan agar Pilkada di Kota Malang bisa berjalan dengan damai, tanpa adanya ujaran kebencian dan saling menjatuhkan antara pasangan calon. “Saya melihat aksi tersebut sebagai langkah positif yang menunjukkan keberanian mahasiswa dalam menyuarakan pentingnya menjaga suasana damai dan harmonis selama proses Pilkada,” tambahnya.
Jamalullail menekankan bahwa setiap mahasiswa yang benar-benar peduli pada proses demokrasi dan tidak memiliki kepentingan tersembunyi pasti akan menginginkan Pilkada yang damai. Ia menyayangkan jika ada pihak yang memandang aksi ini sebagai sesuatu yang negatif. “Jika kita jujur, semua mahasiswa yang murni tidak ditunggangi oleh kepentingan tertentu pasti akan mendukung Pilkada yang damai. Bukankah itu tujuan kita bersama?” ujarnya.
Lebih jauh, Jamalullail mempertanyakan sikap Koordinator Daerah BEM Malang Raya dalam merespon isu-isu negatif seperti ujaran kebencian dan kampanye hitam yang semakin marak menjelang Pilkada. “Di saat banyaknya ujaran kebencian dan kampanye hitam di mana-mana, saya ingin bertanya, apa sikap anda sebagai mahasiswa? Apakah ada teori demokrasi yang membolehkan saling menjatuhkan antar paslon atau menyebarkan kebencian?” tanya Jamalullail.
Sholeh Jamalullail juga memberikan masukan kepada Korda BEM Malang Raya untuk lebih responsif terhadap isu-isu yang terjadi di Kota Malang. Menurutnya, sebagai mahasiswa, terutama yang berasal dari Malang, sudah sepatutnya mereka lebih peka terhadap dinamika politik lokal yang mempengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari. “Jika saya boleh memberikan masukan, seharusnya anda lebih tanggap soal isu di Kota Malang. Saya, sebagai mahasiswa yang lahir dan besar di Malang, tidak ingin kota saya dinodai oleh ujaran kebencian atau tindakan saling menjatuhkan,” tegas Jamalullail.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga suasana Pilkada yang damai dan beretika. “Kita semua menginginkan Pilkada yang damai, di mana perdebatan dilakukan secara sehat dan berbasis pada program, bukan dengan saling menjatuhkan. Demokrasi yang sejati harus dibangun di atas landasan etika dan rasa saling menghormati antar kandidatmala,” ungkapnya.
Jamalullail berharap, momentum politik seperti Pilkada ini tidak disalahgunakan untuk memperkeruh suasana, melainkan dijadikan kesempatan untuk menunjukkan bahwa demokrasi bisa berjalan dengan sehat dan damai. “Momentum politik di Kota Malang jangan dibuat tegang. Pilkada adalah pesta demokrasi yang harus disambut dengan penuh sukacita, bukan dengan kebencian. Mari kita tunjukkan bahwa kita bisa berdemokrasi dengan damai,” pungkasnya.
Dengan pernyataan ini, Jamalullail menekankan pentingnya peran mahasiswa dalam menjaga stabilitas sosial selama proses politik berlangsung. Ia berharap mahasiswa dapat terus mengawal proses demokrasi di Kota Malang tanpa terjebak dalam polarisasi politik yang merusak tatanan sosial. “Tugas kita sebagai mahasiswa adalah menjaga dan mengawal demokrasi, bukan memperkeruh keadaan,” tutup Jamalullail.
Tidak ada komentar