Oleh: Togar | analisasiber.com
SERANG,Analisasiber.com– Di tengah gencarnya aparat kepolisian menggelar Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) Maung 2025 dan Operasi Premanisme, sejumlah titik di Wilayah Hukum Polsek Cikande justru masih menjadi sarang aktivitas yang tergolong penyakit masyarakat (pekat), seperti prostitusi dan peredaran minuman keras (miras) ilegal berkedok jamu atau warung tuak.
Apresiasi dari Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) terhadap kinerja Polda Banten tampaknya masih menyisakan tanda tanya besar di lapangan.
“Kami memberikan apresiasi kepada Polda Banten atas pelaksanaan tugas menindaklanjuti arahan pembentukan Satgas Terpadu untuk penanganan ormas dan premanisme,” ujar Deputi IV Kemenkopolhukam Irjen Pol Asep Jaenal Ahmadi dalam konferensi pers hasil Operasi KRYD dan Operasi Pekat Maung, Jumat (9/5/2025).
Namun, pantauan langsung analisasiber.com pada Jumat-Sabtu (9–10 Mei 2025) menunjukkan kenyataan berbeda. Aktivitas prostitusi terselubung dan miras masih bebas beroperasi di sejumlah titik strategis:
PSK menjajakan diri di warung remang-remang sepanjang Jalan Raya Serang – Jakarta, dari Kandangsapi Timbangan hingga Tanjakan.
Warung tuak dan miras ditemukan di kawasan Citawa, Gorda, Ambon, dan Asem.
Depot jamu berkedok penjualan miras tersebar di Kp Baru dan sekitar Perumahan Senopati.
Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius: Apakah operasi yang digembar-gemborkan itu benar menyentuh akar permasalahan atau hanya sebatas laporan angka dan foto seremonial konferensi pers?
Warga setempat, yang enggan disebutkan namanya, mengaku sudah terbiasa melihat aktivitas miras dan PSK ini tanpa pernah melihat aparat melakukan penindakan nyata. “Biasa aja, itu mah tiap malam ada. Warung tuak juga makin banyak sekarang,” ucap salah satu warga Gorda.
Desakan Penegakan Hukum Sejati
Lemahnya pengawasan di wilayah hukum Polsek Cikande menimbulkan dugaan adanya pembiaran atau bahkan potensi “main mata” dengan pelaku usaha ilegal tersebut. Jika aparat benar-benar menjalankan Operasi Pekat dan Operasi Premanisme secara berkelanjutan, seharusnya praktik-praktik ini tidak lagi menjamur.
Masyarakat berharap, tidak ada lagi pemisahan antara narasi di atas kertas dan kenyataan di lapangan. Sebab jika dibiarkan, kondisi ini bukan hanya mencoreng nama institusi, tetapi juga membahayakan ketertiban dan moral sosial warga Banten.
—
Togar,Red.
Komentar